Rutinitas Teladan dari KH Achmad Shiddiq

 
Rutinitas Teladan dari KH Achmad Shiddiq

AURAT AMALIYAHNYA

Pada umumnya, wiridan baru akan selesai sampai surya muncul agak tinggi, baru kemudian kyai masuk ke “kamar khusus” di sebelah utara tempat imam di musholla. Di “Kamar khusus” itulah tempat Kyai Shiddiq menyepi, beribadah sholat sunnat dan lain-lain. Santri tak seorangpun yang berani masuk kamar tersebut. Karena dalam “kamar khusus” itu Kyai Shiddiq melakukan sholat Dluha dan sholat-sholat sunnah lainnya.

Selesai sholat Kyai biasanya melanjutkan dengan mengaji Al-Qur’an dan membaca dalailul khairot. Selain sebagai seorang hafids, Kyai Shiddiq sangat istiqamah menghatamkan Alqur’an setiap minggu. Secara runtut, batas-batas bacaan Al-Qur’an dalam seminggu sebagai berikut:

  1.     Hari Jum’at membaca Al Fatihah s. d Al-Maa idah
  2.     Hari Sabtu membaca Al-An’ am s.d At-Taubah
  3.     Hari Ahad membaca Yunus s. d Maryam
  4.     Hari Senin membaca Thaha s.d Al-Qashash
  5.     Hari Selasa membaca Al-Ankabut s.d Shaad
  6.     Hari Rabu membaca Az-Zumar s.d Ar-Rakhman
  7.     Hari Kamis membaca Waqi’ah s. d An-Naas

Sekitar pukul 08.00 sampai jam 09.00 pagi, Kyai mengajar Fasholatan dan Al-Qur’an. Kitab Fasholatan yang diajarkan adalah hasil karangan beliau sendiri. Biasanya ketika mengajar Fasholatan dan AI-Qur’an banyak menggunakan cara-cara sorogan. Usai sorogan Fasholatan dan Al-Qur’an, barulah Kyai masuk ke ndalem untuk sarapan pagi. Setelah itu, Kyai masih meneruskan kembali sholat-sholat sunnah, mengaji Al-Qur’an dan membaca Dalail. Baru pada sekitar jam 10.00 sampai jam 12.00 siang Kyai Shiddiq mengajar ngaji kitab kuning. Banyak kitab yang beliau ajarkan, namun demikian Kyai membaginya menjadi:

1. Kitab-kitab yang tetap (permanen).

Bila kitab ini sudah selesai lalu diulang kembali dari awal (dijadikan wiridan). Kitab-kitab yang tetap ini antara lain, Fatchurrahman yang berisi materi Tauhid yang pokok (semacam Aqidatul Awam) dan fiqih (semacam Safinatun Najah), Kitab Fiqh antara lain - Safinatun Najah - Sullam Taufiq – Taqrib, Kitab Tasawuf antara lain - Bidayatul Hidayah - lhya’ Ulumuddin, Kitab Tafsir Jalalain, dan Kitab Shohih Bukhori

2. Kitab-kitab yang tidak tetap (temporer)
Antara lain, Kitab-kitab Alat (Alfiyah, Ajurumiah, Imrity), Kitab Tasawuf (Nashoihud Diniyah , Adabul Mar’ah), Kitab Rojabiyah, Kitab Bifadlol, dan lain-lain.

Dalam pengajian kitab kuning ini, Kyai Shiddiq banyak menggunakan cara weton/bandongan. Cara Weton adalah cara pengajian kitab yang berasal dari istilah jawa, karena pada umumnya waktu pengajian disesuaikan dengan waktu-waktu tertentu seperti usai waktu sholat, dan sebagainya. Secara teknis, dalam pengajian cara weton ini Kyai membaca dan menerangkan kitab yang diperuntukkan secara massal. Para santrinya memperhatikan kitabnya sendiri sambil membuat catatan-catatan (tentang arti maupun keterangan dari kyai).

Selesainya pengajian, Kyai Shiddiq makan siang bersama¬sama keluarga dan khaddamnya. Kemudian mengerjakan sholat Dzuhur secara berjama’ah. Sebelum sholat dzuhur, bersama¬sama melakukan dzikir/pujian dan sholat sunnah Qobliyah. Selesai sholat, lalu wiridan dan yang bacaannya lebih pendek dari dzikir ba’da subuh. Disambung dengan sholat sunnah Ba’diyah dzuhur dan mengajar ngaji Al-Qur’an dan Fasholatan. Santri yang dibolehkan ngaji Al-qur’an adalah yang sudah lulus (fasih/tartil bacaan) Syahadati, Fatihati, Tahiyyati, Sholati, adzan dan lqamah. Bila bacaan masih belum tartil tetap masih harus mengaji Fasholatan saja.

Selesai mengajar, barulah Kyai Shiddiq istirahat (tidur) sebentar. Begitu bangun, Kyai Shiddiq melakukan sholat sunnah berkali-kali, mengaji Al-Qur’an dan membaca dalail. Amalan sholat sunnah yang istiqamah dilakukannya 100 rakaat dalam sehari-semalam serta mengkhatam dalail (matane) sehari sekali. Waktu ashar tiba, beliau sholat sunnah berkali-kali dan para santri membaca syi’ir “Aqidatul ‘Awam”. Lalu sholat jama’ah Ashar dan Dzikir. Dzikir ba’ da sholat Ashar sama dengan dzikir ba’da sholat subuh. Kemudian dilanjutkan dengan pengajian kitab Ihya ‘Ulumudin dan Shohih Bukhori”. Selesai mengajar, Kyai masuk ndalem melanjutkan mengaji Al-Qur’an dan dalail sampai masuk waktu Maghrib. Sebelum sholat jama’ah Maghrib, bersama-sama santri membaca pujian. Dzikir ba’da sholat Maghrib sama dengan dzikir bada subuh. Selesai berdzikir dilanjutkan sholat sunnah Ba’diyah dan ngaji.

Pengajian ba’da sholat Maghrib adalah AI-Qur’an dan Fasholatan yang teknisnya diatur sebagai berikut:

  1.     Santri dewasa dan tartil bacaannya harus membaca Quran 1 juz, sehingga dalam sebulan sudah harus hatam. Tempat mereka di dalam musholla.
  2.     Santri bocah harus ngaji Al-Qur’an dan Fasholatan di luar langgar.  Mereka diajar Badal Kyai yaitu Haji Baidlowi (lurah pondok asal Madura) dan Abdul Azis.

Selesai ngaji (tanpa turun dari langgar) lalu bersama-sama pujian qobliyah sholat Isya’ dan sholat sunnah rawatib.Kemudian melaksanakan sholat Isya’ berjama’ah dan dilanjutkan dengan wiridan dan sholat sunnat rowatib. Wiridannya sama dengan wirid ba’da sholat Ashar. Di ndalem Kyai Shiddiq melakukan sholat sunnat berkali-kali, ngaji Qur’an dan dalail sampai “sare” (tidur).

Khusus pada malam Jum’at ba’da maghrib, kyai Shiddiq memimpin bacaan Barzanji. Dan pada malam Senin ba’da Maghrib, membaca Diba’. Semula pembacaan Diba’ dilakukan malam Jurn’at dan Barzanji pada malam Senin. Suatu saat ketika sedang memimpin pembacaan (pada malam Senin) itu, tiba-tiba Kyai Shiddiq melihat kehadiran Rasulullah Saw hadir dan berdiri di pintu. Spontan, Kyai Shiddiq merobah bacaannya dengan Diba’. Maka sejak peristiwa inilah, pembacaan Diba’ dilakukan setiap malam Senin dan malam Jum’at untuk Barzanji.

Kemudian dilanjutkan dengan membaca Rotibul Haddad (Rotib Sayyid Abdullah Alawi Al-Haddad). Aktivitas mengajar Kyai Shiddiq yang sangat padat itu dilakukan tatkala telah banyak santri yang ngaji pada beliau. Sebelumnya, Kyai Shiddiq membagi waktunya dengan berdagang sebagai ma’isahnya (mata pencahariannya hidupnya). Kegiatan mengajar yang full tersebut membuat Kyai Shiddiq harus mengalihkan perhatian dan’ aktivitas berdagang pada santrinya dan putra-putranya.

Suatu waktu, Mbah Shiddiq akan berdagang kain sarung, songkok, dan lain-lain ke Arjasa. Nampaknya Kyai terlambat di stasiun kereta api, sehingga kereta yang pagi sudah berangkat. Menurut keterangan kepala stasiun, kereta berikutnya baru akan berangkat jam 10 siang. Ketika ditunggu kereta berikutnya, Kyai Shiddiq bertemu seorang Penghulu yang rumahnya di depan stasiun. Penghulu tersebut menawarkan jasa, agar Kyai Shiddiq berkenan menunggu kereta di rumahnya saja. Menjelang jam 10.00 Kyai Shiddiq minta idzin untuk pamit,dan tanpa diduga ternyata Penghulu tersebut memberi salam tempel satu rupiah (serupiah saat itu, kira-kira sama nilainya dengan Rp 100. 000, sekarang/thn 2007).

“Lho, kok sompean shodagah satu rupiah pada saya. Maka saya nggak jadi ke Arjasa. Lha Wong niat saya ke Arjasa tersebut untuk mencari untung satu rupiah ini”, kata Mbah Shiddiq pada Penghulu itu, kemudian beliau pulang. Namun demikian, sebelum pulang, uang itu dihabiskan untuk belanja urusan dapur, karena memang Kyai Shiddiq sendirilah yang selalu berbelanja urusan dapur ke pasar. bukan Nyai. Tiba di ndalem, beliau tertidur karena kepayahan Dalam tidurnya, beliau bermimpi bertamu ke rumah Penghulu tadi. Di sana beliau disuguhi hidangan babi. Ketika bangun. kagetlah Kyai Shiddiq dan cepat-cepat memerintahkan santri untuk membuang semua, “hasil belanja dapur tersebut.” Nampaknya, Kyai Shiddiq terus dijaga oleh Allah SWT dari makanan basil perbuatan haram karena sifat wiro’i beliau. Wiro’i adalah sikap yang selalu menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang tercela, seperti makruh dan subhat, terlebih lagi haram yang jelas dilarang.

Mbah Siddiq tidak berkenan mengajar kitab menggunakan papan tulis, sebab ayat-ayat Al-Quran yang ditulis papan yang kemudian dihapus berjatuhan. Ini kan sama dengan menelantarkan lembaran Mushaf yang robek. Kyai Shiddiq juga sangat perhatian terhadap penampilan orang. Pada suatu hari Kyai Yusuf dari Madura sowan kepada Kyai Shiddiq. Kyai Yusuf tetap membiarkan rambutnya agak panjang (gondrong) dan kumisnya lebat hingga melebihi bibir. Setelah bersalaman, langsung beliau berkata: “Poron panjenengan eparingah ilmu/maukah kau kuberi ilmu? “Alhamdulillah?” jawab, si tamu dengan suka citanya.

Lalu Kyai Shiddiq berkata, “Tak sahe panjenengan Kyahe, ngobuh obuk/Tidak baik bagi kyai, memelihara rambut”. Kemudian beliau berikan gunting dan Kyai Yusuf diminta menggunting rambutnya saat itu juga. Semua anak dan menantu serta santri-santrinya diwajibkan oleh Kyai Shiddiq “menggundul rambut” kepala. Yang diperkenankan/disunnahkan hanyalah memelihara janggut. Bahkan, Kyai Muhammad bin Hasyim (menantunya) dimarahi Kyai Shiddiq karena mernelihara rambut sedikit seperti tentara di kepalanya. Demikian pula dengan merokok, Kyai Shiddiq kurang senang jika ada orang/tamu apalagi santri ataupun anaknya yang merokok di hadapan beliau.

Kyai Mahfudz Shiddiq pernah merelakan saku celananya bolong terbakar, karena menyimpan rokok yang sedang menyala, tatkala Kyai Shiddiq menemuinya. Kyai Shiddiq memang kurang senang ada yang merokok, ketika masih ngaji pada Kyai Abdurrohim, Sepanjang Sidoarjo. Sebagaimana keblasaannya di pondok, Kyai Shiddiq selalu mengisi jeding Kyai Rohim pada pagi buta. Suatu hari, selesai mengisi jeding, Kyai Shiddiq pergi ke sungai sambil merokok klobot. Sedang asyik merokok, menyebabkan ketinggalan Sholat berjama’ah Subuh. Kyai Shiddiq akhirnya bersembunyi takut kena marah Kyai Rohim karena tidak berjama’ah. Sejak peristiwa itulah, Kyai Shiddiq berjanji menghindari merokok. “Tak ada barang yang melebihi kejelekan merokok. Demi Allah aku mengharamkan diriku merokok” katanya.

Mbah Shiddiq memiliki sikap, kesenangan dan perilaku sebagai benikut:

  1.  Ahli silaturrohim, khususnya pada para Sayyid/Habib, `Aulia’ dan Ulama. Diantara kesenangan bersilaturohmi ini antara lain:
    •         Selalu gembira dan bersyukur bila kedatangan tamu, bahkan selalu menghidangkan makan pada tamunya.
    •         Senang mengawinkan jejaka-gadis.
    •         Bila silaturrohmi pada orang miskin, hanya minta air putih saja.
  2.     Mengerjakan hal-hal yang sunnah antara lain:
    •  Sholat-sholat sunnah, ngaji Alqur’an, Dalail dan selalu berdzikir “Bagi orang-orang yang berakal (yaitu) orang-orang yang mengingat Alloh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan telanjang “. (QS AIi Imron: 190-191
    • Memotong rambut, kumis dan kuku pada hari Kamis.
    • Membersihkan sisa-sisa nasi yang dimakan. Bahkan selalu menjilat tangan, bila selesai makan. Itu menunjukkan syukur terhadap nikmat/karunia Allah Swt. “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu”. (QS Ibrohim: -7)
    • Saat makan, beliau selalu mencicipi garam sebelum dan sesudahnya, karena ini disunnahkan oleh agama. Pada suatu hari, Kyai Shiddiq, Kyai Yasin (Pasuruan) dan Kyai Nu’man (Lumajang) sedang makan jambu. Ada di antara 2 kyai itu yang, berkomentar “tidak manisnya jambu tersebut. Spontan Kyai Shiddiq menegur, “Yang menentukan manis-tidaknya jambu ini adalah Allah. Jambu ini merupakan nikmat Allah pada kita. Jadi wajib bagi kita mensyukurinya.
    • Mematikan lampu pakai kipas (tidak ditiup).
  3.     Menjauhi hal-hal yang makruh, muru’ah dan Haram, misal
    • Merokok
    • Tidak suka melihat orang lain memiliki rambut, kumis dan kuku yang panjang.
    •  Marah bila tahu ada orang, kentut sambil tertawa.
    •  Marah, bila tahu laki-laki dan wanita yang bukan muhrimnya bertemu muka.
    •  Dalam bepergian selalu menghindari lewat depan gereja.
    •  Tidak membolehkan Kusir mencambuki kudanya.
    •  Tidak senang musik/lagu-lagu, misal .- gambus.
  4.     Mendo’akan anaknya, cukup dengan memohon agar kelak menjadi orang yang bertaqwa.
  5.     Yang sangat diperhatikan pada anak dan santrinya adalah sholat. Bila putranya tak nampak dalam sholat berjama’ah, maka akan diusut sedetailnya tentang “kenapa tidak sholat jama’ah”

Menurut beberapa informasi, Kyai Shiddiq 4 kali bertemu dengan Rasulullah Saw dan berkali-kali bertemu Rasulullah dalam mimpi. Sulit sekali ditakdirkan bertemu Rosulullah SAW kecuali Waliyullah. Imam Ghozali berkata “bertemu Rasulullah secara Ya Qodlo maka ia memiliki kasyaf.” Sayyid Ahmad Al Badawi ra. Berkata, “Syarat yang harus diperbuat oleh orang yang ingin menjadi Waliulloh adalah benar benar dalam syari’at.” Ada dua belas tanda-tanda yaitu:

  1.     Benar-benar mengenal Allah Swt (yakni, benar benar mengerti tauhid dan mantab iman keyakinan kepada Allah).
  2.     Benar-benar menjaga perintah Allah Swrt.
  3.     Berpegang teguh pada sunnah Rasulullah Saw.
  4.     Selalu berwudhu (jika berhadas segera memperbarui wudhu)
  5.     Rela menerima hukum qadla’ Allah SWT. dalam suka duka.
  6.     Yakin terhadap semua janji Allah Swt.
  7.     Putus harapan dari semua apa yang ada di tangan manusia
  8.     Tabah. sabar menanggung bebagai derita dan gangguan orang.
  9.     Rajin mentaati perintah Allah SWT
  10.     Kasih sayang terhadap semua makhluq Allah SWT
  11.     Tawadlu, merendah diri terhadap yang lebih tua atau lebih muda.
  12.     Selalu menyadari bahwa setan itu musuh utama, sedang sarang setan itu dalam hawa nafsu dan selalu berbisik mempengaruhi.
 

 

Tags